Skip to main content

Tertambat Hati di Tanah Suci (Bagian 2)

Hari kedua di Makkah Al Mukarramah..
Hari ini kami diberi kebebasan untuk menentukan acara kami sendiri tentunya kesempatan ini tidak kami sia-sia kan untuk memaksimalkan ibadah di Masjidil Haram. Di sana kami melaksanakan Shalat Fajr (Subuh) sekitar pukul 4.43, karena masih terbawa suasana di tanah air dengan santai kami berangkat pukul 3.30 dari hotel yang jaraknya kurang lebih 300 meter dengan Masjidil Haram dan ketika kami sampai dipelataran mesjid dari kejauhan pintu mesjid sudah ditutup. Saya kaget karena saya pikir ini masih 1 jam sebelum shalat tapi saya dan keluarga saya tidak mendapatkan tempat di dalam mesjid. Akhirnya saya dan ibu saya shalat di pelataran mesjid dan kakak serta ayah saya shalat di lantai paling atas. Ini merupakan pelajaran penting yang kami dapatkan. Pertama, di sini kami diharuskan untuk belajar lebih disiplin lagi dalam beribadah yang tentunya disiplin ini harus tetap kami terapkan ketika pulang ke tanah air nanti. Kedua, mengenai semangat untuk beribadah ya ini sangat terlihat jelas semangat orang-orang yang datang untuk beribadah ke Masjidil Haram, mereka berbondong-bondong datang 2-3 jam sebelum waktu shalat tiba. Kalau kita bandingkan dengan yang terjadi di tempat kita itu bisa dibilang jauh sekali ya semangat ke mesjidnya. Malah udah tinggal 5 menit lagi sebelum waktu shalat mesjid masih kosong masya Allah berbeda sekali ya? Mudah-mudahan semangat ini bisa terus terbawa dimana pun kita berada amiin.
Setelah Shalat Subuh berjama'ah di mesjid, saya dan ibu saya memutuskan untuk pulang ke hotel. Di sepanjang jalan ada banyak toko-toko yang menjual makanan. Semua toko dipenuhi oleh  para pembeli, saya pun menjadi penasaran untuk mencicipi jajanan khas Timur Tengah. Akhirnya saya mencoba kebab, ternyata kebab di sana sama seperti hot dog. Jadi kebab di sana dengan kebab di sini berbeda jenis. Dari segi rasa, hmm filling rotinya sedikit hambar cukup berbeda ya dengan Indonesia yang rasanya kaya akan bumbu. Kebab-nya saya kasih nilai 6 dari 10. Kebab yang saya beli isi nugget ayam dan ayam bumbu kari. Harga kebab-nya itu 4 Real/ buah.
Saya dan ibu saya melanjutkan perjalanan menuju hotel. Selesai shalat subuh sekitar pukul 5.30 dan kami memilih untuk beristirahat terlebih dahulu di kamar, mungkin karena terlalu lelah kami pun tertidur sejenak dan terbangun pukul 6.30 WSA. Hampir saja kami melewatkan jam makan pagi. Jadwal makan pagi di hotel kami mulai pukul 6.00 - 8.00 WSA. Peserta harus mengikuti jadwal makan tepat waktu karena jika sudah lewat dari jadwalnya semua makanan sudah habis dibuang. Makan itu penting untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap fit jadi jangan sampai melewatkan jam makan.
Karena hari ini kami diberi kebebasan, jadi kami habiskan waktu di Masjidil Haram untuk mengikuti shalat berjama'ah dan melaksanakan Thawaf Sunnah. Di Masjidil Haram, setiap kita selesai melaksanakan Shalat Fardhu, kita akan melaksanakan shalat Jenazah. Sehari berarti kita melaksanakan shalat jenazah 5x setiap harinya. Banyak orang yang ingin sekali di-shalat-kan di Masjidil Haram termasuk saya hehe. Pelajaran yang dapat kita ambil dari hal ini adalah mengingatkan kita bahwa kematian itu datang kapan saja dan kepada siapa saja yang waktu di dunia nya sudah habis. Jadi, kita harus mempersiapkan bekal kita dari sekarang, mulai dari detik ini juga karena kita tidak akan pernah tahu kapan waktu kita habis di dunia ini..
Setelah sarapan sekitar pukul 10.00 WSA kami sekeluarga pergi ke mesjid dengan harapan bisa melaksanakan Thawaf Sunnah terlebih dahulu selain itu juga supaya kami dapat tempat untuk shalat dzuhur di dalam mesjid syukur syukur kalau bisa dapat di dekat Ka'bah. Saya dan ibu saya pergi ke mesjid terlebih dahulu, kakak dan ayah saya menyusul. Ketika sudah mulai Thawaf Sunnah, kakak saya dan ayah saya datang. Kakak saya melindungi saya dan ibu saya, mengingat di sana sudah mulai padat. Pada saat putaran ke-4 terlihat ada celah kosong ke arah Ka'bah. Alhamdulillah.. akhirnya kami sekeluarga bisa mendekati Ka'bah, betul-betul sangat dekat dan bahkan saya bisa menyentuhnya. Saya terharu sampai-sampai menitihkan air mata. Timbul suatu perasaan yang sulit saya ungkapkan. Di sana saya bertemu dengan seorang perempuan sepertinya kebangsaan Turki, dia meminta saya untuk mengambilkan foto dirinya di depan Ka'bah. Ibu tersebut ingin mengabadikan moment di depan Ka'bah. Saya pun meng-iya-kan permintaan ibu tersebut. Di foto ibu tersebut terlihat sangat bahagia walaupun matanya masih sembap mungkin karena terharu. Kemudian setelah selesai, ibu tersebut mengucapkan terima kasih sambil mencium pipi saya. Entah kenapa selama saya di sini saya sering mendapatkan ciuman dari ibu-ibu kebangsaan Turki hehe.. Semoga saya bisa dapat jodoh orang Turki (*eh) -- tapi kalau ada yang mau bantu meng-amiinkan boleh :)
Setelah selesai Thawaf Sunnah, saya dan ibu segera mencari tempat dekat Ka'bah alhamdulillah kami dapat tempat depan Ka'bah. Kami kebagian tempat yang tidak tertutupi oleh atap jadi sinar matahari langsung menyoroti kami. Panas memang panas namun kami mengingat kembali ucapan pak Aam bahwa segala sesuatu yang terjadi di "luar kendali" kita, kita harus sabar dan anggap saja sebagai penyempurna ibadah. Dengan berusaha mengikhlaskan hati terkena sorotan sinar matahari yang cukup panas, dan ketika waktu shalat datang tiba-tiba panas pun mulai berkurang dan berubah menjadi teduh tidak panas sama sekali. Masya Allah. Memang benar ya, kalau kita ikhlas dan sabar dengan keadaan bagaimanapun Allah pun memberikan kemudahan. Jadi kami bisa shalat Dzuhur dengan nyaman. Alhamdulillah.

(bersambung...)

Comments

Popular posts from this blog

Representation of White People in Two Maya Angelou's Novels 'I Know Why the Cage Bird Sings' and 'Gather Together in My Name'

Introduction   An autobiography is a book about the life of a person that written by that person (Wikipedia). I Know Why the Cage Bird Sings and Gather Together in My Name are the autobiographies of Maya Angelou. According to Microsoft Encarta (2009), Maya Angelou, is an American author, poet, performer, and civil rights activist, best known for portrayals of strong African American women in her writings. Characteristically using a first-person point of view and the rhythms of folk song, she writes of the African American woman’s coming of age, of struggles with discrimination, of the African and West Indian cultural heritage, and of the acceptance of the past. I Know Why the Cage Bird Sings is the first from six of her autobiographies. The title I Know Why the Caged Bird Sings is one of the stanzas from the Afro-American poet, Paul Laurence Dunbar. Maya used this title because the title symbolizes the black people. The Cage symbolizes the limitation and the Bird symbol...

Question, Lesson, Expectation, Thankfulness...

When I opened my eyes in the morning, I always thought about something. "Can I see the beautiful morning every day? Ah, who knows." That’s only a question and I didn’t really want an answer. I just wanted to send this cosmic question out into the void. I started the day with full of expectations, “What will happen today?” I wondered and expected that something good would happen. Because sometimes I wondered about my life, "I lead a small life. Well, valuable but small… I love my life." Formerly, I always regretted if I met someone that hurt me. I always wished that I never met such people like that. If I could turned back the time, I chose not to know them. But I was wrong, I ought to give my thank to them. I realized that they were taking the important part in my life. They have taught me being a tough woman and taught me being a better person than yesterday. I learned valuable lesson from my grandpa (RIP) and an elder woman. I met her in a hospital. ...

Bahasa adalah identitas diri, tapi kok..?!

Di era globalisasi membuat pengaruh bahasa-bahasa yang berasal dari luar daerah masyarakat setempat mudah masuk dan juga 'diadopsi' oleh masyarakat setempat dalam komunikasi sehari-hari untuk menambah nilai diri seseorang, contohnya saja bahasa Inggris. Oleh karena itu, hal inilah yang membuat semakin banyak orang-orang memulai mempelajari bahasa asing baik untuk tuntutan kerjaan, sekolah dll sehingga sekarang ini memungkinkan seseorang untuk menguasai lebih dari satu bahasa asing di luar bahasa ibunya. Namun di sisi lain, saat ini banyak sekali istilah asing yang digunakan sebagai tanda atau rambu di tempat umum, seperti sekolah, rumah sakit, mall, jalan raya dan lainnya. Para pembuat peraturan cenderung lebih memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dibanding dengan bahasa Indonesia. Kalau pun ada bahasa Indonesianya itu hanyalah sebagai terjemahan dari tanda yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Tapi sadarkah kalian kalau tanda yang dibuat itu untuk memberitahukan suatu inf...