Skip to main content

Perkenalkan nama saya 'Putri'

Beberapa hari yang lalu, saya menerima sebuah surat undangan pernikahan dari salah satu teman saya. Tidak secara langsung sih, salah seorang teman menitipkan undangan itu untuk saya dan menyimpannya di kursi kelas. Awalnya, saya tidak begitu memperhatikan undangan karena saya sudah mengetahui siapa teman saya yang akan menikah jadi saya langsung memasukkannya ke dalam tas. Ketika saya akan memasukkan undangan tersebut, teman saya yang dari tadi memperhatikan tulisan bagian depan (pada bagian nama yang dituju) dia langsung tertawa. Saya heran mengapa dia tertawa melihat surat undangan itu, ternyata… pada surat undangan tersebut tertera nama “Elysa Putri Astuti”. Jelas saja mengapa teman saya itu tertawa-tawa melihat surat undangan itu karena nama tengah saya bukan itu.  Ha ha entah mengapa di sana dia (teman saya yang akan menikah) menuliskan nama “Putri” ck ck ck pertemanan selama bertahun-tahun tidak begitu menjamin seseorang itu bisa menghafal nama kita secara lengkap ya? (menghela nafas)
            Eh, mengingat nama ‘Putri’  ini membuat saya teringat akan suatu peristiwa ‘konyol’ sewaktu saya masih duduk di bangku kelas satu SMP. Begini ceritanya…
Sekolah saya itu dulu termasuk sekolah yang menganut sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dimana para siswanya dituntut untuk lebih aktif baik di dalam maupun di luar kelas dan peran guru ‘beralih menjadi’ fasilitator. Dengan alasan itu, sistem belajar di kelas pun menjadi sedikit berubah. Hampir di setiap pelajaran para siswa melakukan presentasi di depan kelas dan berdiskusi. Semua bahan diserahkan kepada siswa. Suatu ketika, guru geografi di kelas saya meminta para siswa menyiapkan beberapa kelompok untuk presentasi. Kelompok saya ‘sangat beruntung sekali’ mendapat giliran presentasi yang pertama. Woh! Coba bayangkan presentasi untuk pertama kalinya di depan kelas, di sekolah baru, perdana (belum ada pengalaman).
Saya dan teman-teman sudah mempersiapkan seluruh bahan sebaik mungkin, sematang mungkin. Tugas untuk menjelaskan materi pun sudah terbagi rata. Ketika hari presentasi itu datang (jeng jeng jeng), kami bersiap membereskan bangku untuk presentasi. Saat itu, saya duduk di bangku kedua dari terakhir (jumlah kelompok kami sepuluh orang, saya duduk di bangku ke-sembilan). Sang moderator mulai memberikan pembukaan, sebagai tanda akan dimulainya diskusi. (Deg, ketegangan itu mulai terasa) Satu per satu anggota dari kelompok kami mulai memperkenalkan diri. Saya (sangat fokus) memperhatikan teman sekelompok saya satu-per-satu memperkenalkan diri, sambil menunggu sampai giliran saya tiba. Ketika anggota ke-delapan, teman di sebelah saya, memperkenalkan diri “Nama saya Julianti”. (Kemudian tibalah giliran saya untuk memperkenalkan diri) Saya lalu berdiri dan memperkenalkan diri “nama saya Putri” (ket: nama lengkap teman sebelah saya tadi adalah Julianti Putri Setiawan). Saat itu saya benar-benar tidak sadar sampai teman-teman di kelas saya tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, saya sempat diam (sejenak) dan dengan polosnya merasa heran kenapa teman-teman sekelas saya tertawa. TERNYATA akhirnya saya sadar, kekonyolan apa yang telah saya lakukan, saya salah memperkenalkan nama saya sendiri (parah!) lalu saya berdiri kembali untuk meralat perkenalan diri sebelumnya. Aduh, benar-benar ya! Presentasi yang situasinya sedang tegang sepertinya langsung berubah menjadi panggung lawak. Hahaha.. Koneksi di pikiran saya saat itu nampaknya mengalami sedikit gangguan dan menjadi lambat karena rasa tegang yang datang secara tiba-tiba itu. Benar-benar konyol, saya akui (seringkali) sewaktu saya berada dalam situasi yang tegang saya (dengan tidak sadarnya) melakukan berbagai hal konyol (-__-“). TIDAAAAAKKK!
Maka dari itu, saat saya melihat nama tengah saya berubah menjadi ‘Putri’ (menghela nafas) hal itu mengingatkan saya akan kejadian konyol ini. Haduh, Putri Putri… harus bubur merah, bubur putih aja gitu ini mah (kalau-kalau) semua kekonyolan saya bisa hilang.HAHA mustahil!

Comments

Popular posts from this blog

Representation of White People in Two Maya Angelou's Novels 'I Know Why the Cage Bird Sings' and 'Gather Together in My Name'

Introduction   An autobiography is a book about the life of a person that written by that person (Wikipedia). I Know Why the Cage Bird Sings and Gather Together in My Name are the autobiographies of Maya Angelou. According to Microsoft Encarta (2009), Maya Angelou, is an American author, poet, performer, and civil rights activist, best known for portrayals of strong African American women in her writings. Characteristically using a first-person point of view and the rhythms of folk song, she writes of the African American woman’s coming of age, of struggles with discrimination, of the African and West Indian cultural heritage, and of the acceptance of the past. I Know Why the Cage Bird Sings is the first from six of her autobiographies. The title I Know Why the Caged Bird Sings is one of the stanzas from the Afro-American poet, Paul Laurence Dunbar. Maya used this title because the title symbolizes the black people. The Cage symbolizes the limitation and the Bird symbol...

Question, Lesson, Expectation, Thankfulness...

When I opened my eyes in the morning, I always thought about something. "Can I see the beautiful morning every day? Ah, who knows." That’s only a question and I didn’t really want an answer. I just wanted to send this cosmic question out into the void. I started the day with full of expectations, “What will happen today?” I wondered and expected that something good would happen. Because sometimes I wondered about my life, "I lead a small life. Well, valuable but small… I love my life." Formerly, I always regretted if I met someone that hurt me. I always wished that I never met such people like that. If I could turned back the time, I chose not to know them. But I was wrong, I ought to give my thank to them. I realized that they were taking the important part in my life. They have taught me being a tough woman and taught me being a better person than yesterday. I learned valuable lesson from my grandpa (RIP) and an elder woman. I met her in a hospital. ...

Bahasa adalah identitas diri, tapi kok..?!

Di era globalisasi membuat pengaruh bahasa-bahasa yang berasal dari luar daerah masyarakat setempat mudah masuk dan juga 'diadopsi' oleh masyarakat setempat dalam komunikasi sehari-hari untuk menambah nilai diri seseorang, contohnya saja bahasa Inggris. Oleh karena itu, hal inilah yang membuat semakin banyak orang-orang memulai mempelajari bahasa asing baik untuk tuntutan kerjaan, sekolah dll sehingga sekarang ini memungkinkan seseorang untuk menguasai lebih dari satu bahasa asing di luar bahasa ibunya. Namun di sisi lain, saat ini banyak sekali istilah asing yang digunakan sebagai tanda atau rambu di tempat umum, seperti sekolah, rumah sakit, mall, jalan raya dan lainnya. Para pembuat peraturan cenderung lebih memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dibanding dengan bahasa Indonesia. Kalau pun ada bahasa Indonesianya itu hanyalah sebagai terjemahan dari tanda yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Tapi sadarkah kalian kalau tanda yang dibuat itu untuk memberitahukan suatu inf...