Skip to main content

Tertambat Hati di Tanah Suci (Bagian 1)

Selama ini Bandung adalah kota favorit saya dan saya selalu merasa berat hati jika harus meninggalkan kota kembang yang indah ini. Bandung memiliki cuaca yang "ramah", suhunya tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin sehingga membuat betah setiap penghuninya, dan kondisi lingkungannya pun selalu membuat saya rindu jika saya sedang berada di luar Bandung. Tak jarang saya mengeluh ketika saya sedang pergi mengunjungi kota lain, banyak hal yang saya keluhkan baik cuacanya, lingkungannya dll, misalnya seperti Jakarta. Jujur saja saya tidak suka dengan cuaca di kota Jakarta yang panas dan tanpa adanya angin. Rasanya gak betah untuk berlama-lama tinggal di sana.
Maaf ya untuk warga Jakarta, no offense hehe.
Namun, ada dua kota, yang baru-baru ini saya kunjungi, yang membuat saya takjub dan membuat saya betah hingga rasanya tidak ingin meninggalkan kota tersebut. Kota tersebut adalah kota Mekah dan Madinah. Kedua kota itu merupakan dua kota suci bagi umat muslim. Siapapun yang sudah pernah pergi ke sana pasti ingin kembali lagi, kembali lagi, dan kembali lagi ke sana termasuk saya. Ingin rasanya bisa mengunjungi kedua kota tersebut tiap tahun bahkan tiap bulannya aaammiiin...
Ini adalah pengalaman pertama saya pergi ke tanah suci dan saya pun langsung jatuh cinta dengan kedua kota tersebut dan banyak sekali cerita menarik yang saya dapatkan dari sana. 

Sejak akhir tahun lalu, keluarga kami telah merencanakan untuk pergi beribadah umroh pada bulan April di tahun 2015 ini. Mulai dari beberapa bulan sebelumnya kami pun mencari tahu mengenai biro perjalanan mana saja yang menyelenggarakan ibadah umroh. Setelah berdiskusi, mencari info sana sini, mempertimbangkan plus-minus-nya dan mendapatkan berbagai rekomendasi akhirnya kami memutuskan untuk ikut biro perjalanan dari Percikan Iman yaitu Percik Tours and Travel yang terletak di Jalan Taman Citarum no 9 Bandung, belakang Mesjid Istiqomah. Fasilitas yang kami dapatkan dari pihak Travel sudah cukup lengkap mulai dari kain seragam, 2 buah kerudung Malaya (untuk perempuan), 1 kain ihram (untuk laki-laki), koper, tas kecil, tas sandal/sepatu, ID card, dan pin. Ada poin penting saya suka dari travel ini dan perlu diperhatikan yaitu pada ID Card. ID Card yang akan kami kenakan nanti sebagai ID penganti paspor, di ID card yang kami dapatkan sudah tertera nama hotel dan nomor telfon pembimbing kami selama di sana jadi tidak perlu terlalu khawatir ketika nanti di sana mengalami disorientasi. Hal ini merupakan hal yang kadang terlupakan karena saya mendapatkan beberapa cerita dari orang-orang yang telah melaksanakan umroh sebelumnya merasa kesulitan ketika mereka mengalami disorientasi dan kesulitan menemukan hotel karena hampir sebagian dari mereka meremehkan hal ini dengan tidak mengingat nama hotel dan tidak menyimpan nomor pembimbing. Yap, ini adalah poin plus buat Percik Tours and Travel.
Satu minggu sebelum keberangkatan, semua peserta mengikuti bimbingan sebelum umroh. Di sini kami diperkenalkan dengan pembimbing yang akan membimbing kami selama di tanah suci. Pembimbing kami saat itu adalah Bapak Priyatna Muchlis Nurdin, beliau biasa di sapa Pak Ayat. Bapak Ayat memberikan berbagai penjelasan mengenai hal-hal yang boleh dilakukan dan dilarang secara detail. Selain itu, pada saat manasik ini para lelaki diajarkan bagaimana mengenakan kain ihram yang baik supaya nanti ketika sedang melaksanakan ibadah umroh bisa benar-benar khusyuk tanpa mengkhawatirkan lagi pakaian ihram-nya bakal terlepas mengingat tidak boleh ada jahitan dalam pakaiannya jadi harus benar-benar dipakai dengan cara yang baik. 
Buku do'a baru kami dapatkan ketika kami mengikuti manasik ya waktu buat menghafalkan do'a-do'anya sekitar 10 hari. Saya sempat rada pesimis saat melihat banyaknya do'a yang harus saya hafalkan hehehe ganbatte!
Tak terasa hari keberangkatan kami untuk beribadah umroh pun datang. Selasa dini hari pukul 3 pagi kami sudah berkumpul di Percikan Iman. Sebelum keberangkatan pak Aam Ammirudin memberikan sambutan dan menyampaikan beberapa hal sebagai bekal kami di sana. Pak Aam terus mengingatkan kami untuk terus mensyukuri dan bersabar ketika kami baik dalam perjalanan maupun sudah sampai di sana mengalami hal yang di luar ekspektasi kita. "Anggap saja itu semua sebagai penyempurna ibadah", ucap pak Aam dan pesan inilah yang terus kami ingat.
Kami pun siap berangkat menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta...
Perjalanan pun dimulai, semua peserta masuk ke dalam bis. Tak lupa sebelum berangkat pembimbing membimbing kami untuk membaca do'a safar. Shalat subuh pun dilakukan didalam bis karena kami sudah berangkat dari pukul 3.30 pagi. Perjalanan Bandung-Jakarta alhamdulillah lancar, tak ada hambatan yang berarti. Kami tiba di Bandara Soekarno Hatta kurang lebih pukul 8.30 pagi. Setelah proses imigrasi kami semua pun beristirahat di lounge sambil sarapan pagi. Pukul 11.00 WIB kami sudah bersiap untuk check-in dan kemudian kami pun siap berangkat. Pesawat yang kami gunakan adalah Garuda Airlines (GA 980), pesawat ini langsung membawa kami menuju Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Saudi Arabia tanpa transit. 

Ini adalah pengalaman pertama saya bepergian menggunakan pesawat terbang, deg-deg-an. Perjalanan Jakarta-Jeddah menghabiskan waktu kurang lebih 9 jam. Lumayan lama ya dan pastinya pegel juga duduk di pesawat selama itu. Saya mendapatkan posisi duduk di sebelah jendela jadi saya bisa melihat pemandangan dari atas awan.. Jeddah, here we go! 
Oiya, karena kami akan langsung untuk melaksanakan ibadah umroh jadi kami melakukan ihlal ihrom-nya di atas pesawat ketika melewati Yalamlam, kurang lebih 25 menit sebelum landing. Alhamdulillah sekitar pukul 17.30 WSA kami telah tiba di Bandara khusus Haji King Abdul Aziz, Jeddah. Di sana kami dijemput oleh shuttle bus menuju tempat imigrasi. Setelah proses imigrasi selesai kami mulai mengambil koper. Kemudian tim Percikan Iman dari Arab Saudi pun datang, yaitu kang Arsyad dan kang Roni, mereka dengan sigap mengurusi koper-koper yang kami bawa menuju bus yang akan membawa kami menuju tanah Haram, Mekah. Di dalam bus, kami diberi snack yang berupa roti croissant, merk 7 days dan minuman buah segar, merk Caesar. Ketika saya mencicipi roti yang diberikan oleh panitia mata saya langsung berbinar-binar. Rasa roti cokelatnya benar-benar enak, enak banget. Baru pertama kali nyoba roti cokelat seenak ini ya ampun. Rasa cokelatnya itu yang bikin jatuh cinta hehe.. Setelah kenyang menikmati roti cokelat, tanpa sadar saya tertidur di perjalanan menuju hotel di Mekah. Ketika saya membuka mata saya sudah hampir tiba di hotel. Oiya, perjalanan dari Bandara King Abdul Aziz di Jeddah ke Mekah memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. 
Akhirnya kami pun tiba di hotel, kami istirahat sejenak dan makan malam terlebih dahulu. Menu makan malam di hotel ini sangat Indonesia tapinya dengan bumbu khas Arab. Menu makan malam kali ini membuat saya sangat selera untuk makan karena sang koki menghidangkan cumi-cumi sebagai menunya. Alhamdulillah.. saya sangat suka cumi-cumi jadi saya sangat bersemangat ketika melihat hidangan makan malamnya. YES! hehe
Hotel yang kami tempati di kota Mekah cukup kecil, orang bilang sih seperti losmen bukan hotel, tapi jaraknya yang dekat dengan Masjidil Haram dan posisinya tepat di pinggir jalan sangat memudahkan kami. Jadi kalau buat saya tidak jadi masalah. That wasn't a big deal because the most important things were we could find our hotel easily and this hotel served many delicious Indonesian food. That's enough.
Setelah kami selesai makan malam, kami bersiap menuju Masjidil Haram untuk beribadah umroh. Para lelaki pun sudah siap mengenakan kain ihram yang telah dipakainya dari pesawat ketika miqat di Yalamlam. 
Di Lobby Tsarawat Qasr Hotel, bersiap menuju Masjidil Haram
Selama perjalanan menuju Masjidil Haram, kami terus ber-talbiyah, "Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika Laa Syariika Laka Labbaik, Innal Hamda Wan-ni'mata Laka Walmulk, Laa Syarika Lak". Kami terus ber-talbiyah hingga kami melihat Ka'bah. Ketika melihat Ka'bah untuk pertama kalinya, Subhanallah.. Sungguh luar biasa, saya tidak percaya. Saya bisa melihat yang selama ini menjadi kiblat kita ketika shalat di depan mata saya. Hal ini seperti mimpi yang jadi kenyataan masya Allah. Ka'bah adalah bangunan pertama yang dibangun di muka bumi ini. Saya benar-benar terharu bisa melihat Ka'bah secara langsung, speechless. Bagi kalian umat muslim, baiknya kalian menyimpan agenda untuk mengunjungi tanah Haram ini sebagai destinasi utama dan pasti nantinya ingin berkali-kali untuk kembali ke sana. Tidak tahu mengapa seperti ada daya tarik yang sangat kuat ketika kita sedang berada di sana. Setelah melaksanakan serangkaian ibadah umroh, ada perasaan senang, senang karena diberikan kesempatan untuk mengunjungi tanah suci ini. Walaupun ketika sampai kami langsung melaksanakan ibadah umroh, kami semua tidak merasakan lelah sedikit pun. Saya memperhatikan beberapa teman serombongan lainnya tampak wajahnya yang berseri-seri karena bahagia bahkan salah satu peserta yang paling senior di antara kami pun tidak mengeluh sedikitpun dan tetap terlihat semangat. Syukur alhamdulillah.
Setelah selesai Tahalul di pelataran Masjidil Haram

 Alhamdulillah... Hari pertama di Mekah, kami habiskan dengan rasa penuh syukur, dan bahagia..

(bersambung...)          

Comments

Popular posts from this blog

Representation of White People in Two Maya Angelou's Novels 'I Know Why the Cage Bird Sings' and 'Gather Together in My Name'

Introduction   An autobiography is a book about the life of a person that written by that person (Wikipedia). I Know Why the Cage Bird Sings and Gather Together in My Name are the autobiographies of Maya Angelou. According to Microsoft Encarta (2009), Maya Angelou, is an American author, poet, performer, and civil rights activist, best known for portrayals of strong African American women in her writings. Characteristically using a first-person point of view and the rhythms of folk song, she writes of the African American woman’s coming of age, of struggles with discrimination, of the African and West Indian cultural heritage, and of the acceptance of the past. I Know Why the Cage Bird Sings is the first from six of her autobiographies. The title I Know Why the Caged Bird Sings is one of the stanzas from the Afro-American poet, Paul Laurence Dunbar. Maya used this title because the title symbolizes the black people. The Cage symbolizes the limitation and the Bird symbolizes

Called This as My First Experience

How does it feel when you do a job that you really like? It's fun, right?! Yeah, that's what I feel right now. Recently, I got a new job it has been a couple months. Still, teaching as an English teacher but the students that I was taught were difference. My students this time were Chinese. Yeah, for the first time when I started to teach them I was so nervous because we had a different culture. I had to adapt with them, yeah I  used my first week to make some approaches with them. Digging up what they liked, finding out the materials that they needed etc. Because that was my probation week. Hehe. You know that teaching kids we have to keep their good moods in order they can keep following our lesson. If we destroy their good moods, we will face some obstacles and we have to make their moods come back soon. Well, being a teacher is not easy, we have to make our students understand what we have been already taught and, for the bonus, they can earn the perfect score. This is my

Tertambat Hati di Tanah Suci (Bagian 3)

Hari ketiga di Makkah Al Mukarramah.. Tak terasa sudah menginjak hari ketiga. Hari ini agenda kami adalah mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Makkah, yaitu Jabal Tsur, Jabal Rahmah, Arafah, Muzdalifah, Mina, Jabal Noor (Gua Hira), Kuburan Ma'la, dan terakhir Museum Haramain. Pada saat berziarah jangan lupa untuk membawa kamera karena pasti akan banyak tempat menarik yang bisa diabadikan. Jadi sebelum berangkat siapkan kamera dalam tas ya dan pastikan baterai dalam kondisi penuh terisi. Setelah sarapan pagi, kami pun bersiap untuk pergi berziarah. Kami menggunakan bus yang telah disiapkan oleh pihak travel. Bus yang kami gunakan adalah Farok Jamil Khogeer . Bus di sini, menurut saya, cukup berbeda dengan bus yang ada di Indonesia. Dari segi ukuran, bus di Arab Saudi sepertinya berukuran lebih besar dari pada bus di Indonesia. Ketika saya masuk ke dalam bus, saya kaget karena mendengar sang supir sedang berbicara menggunakan bahasa Sunda. Postur tubuhnya yang menyerupai orang-