Skip to main content

Bersepeda -- Silly but seriously FUN!

Hari pertama di bulan Juni, hmm benar-benar tidak terasa sudah memasuki bulan keenam di tahun ini. Hari ini merupakan hari yang tidak biasa bagi saya alias luar biasa, mengapa? Karena hari ini adalah hari di mana saya pergi berpetualang dengan sahabat terbaik saya, the white iron horse! Ya, dia adalah sepeda berwarna putih kesukaan saya. Sepeda ini adalah sepeda hasil rakitan kakak saya, dulunya ini sepeda gunung kebanggaan ayah saya namun setelah beberapa tahun dia menjadi penghuni gudang dan bahkan nyaris dibuang untungnya semangat kakak saya untuk bersepeda muncul sehingga menyelamatkan sang sepeda dari debu-debu using. Kini, dia pun menjadi sahabat saya. Saya sudah berpetualang ke berbagai tempat dengan sahabat saya yang satu ini dan melalui berbagai kejadian tentunya seperti jatuh di tengah keramaian di hari Car Free Day (untungnya cara saya jatuh masih terbilang keren haha itu menurut teman saya, yang jelas saya benar-benar tidak bisa lupa akan hal itu dan selalu ingin tertawa jika mengingatnya kembali, seperti sekarang hahaha). Buasnya jalanan raya, memang membuat posisi para pengendara sepeda termasuk saya menempati hak ya mungkin yang diurutan bawah tapi itu tidak jadi masalah selama kami memiliki jalan walaupun di pinggiran yang nyaris masuk ke daerah para pejalan kaki, trotoar. Hal itu bukan masalah besar jika dibandingkan perasaan senang ketika bersepeda, entah mengapa jika mengendarai sepeda saya bisa jauh menikmati keadaan di sekitar jalan. Sulit untuk digambarkan karena lebih baik kalian merasakannya sendiri.
      Hari ini saya pergi berjalan-jalan bersama sahabat saya ini, rencananya saya ingin pergi mengunjungi teman saya. Posisi rumahnya itu berada antara Ciwastra dan Riung Bandung. Petualangan pun di mulai, saya berangkat dari rumah pukul Sembilan pagi. Helm pun sudah saya pakai dengan percaya diri dan mengingat rute yang pernah saya ambil akhirnya saya memilih untuk pergi lewat margahayu belakang. Pertanda akan nyasar sebenarnya sudah ditunjukkan dari awal keberangkatan saya. Ketika saya sedang dalam perjalanan (masih di Margahayu), saya sudah tersesat. Saya sedikit lupa jalan menuju Margahayu belakang itu kemudian saat sudah sampai di daerah Ciwastra perjalanan masih mulus karena hanya ada satu arah saja tetapi kemudian datanglah jalan bercabang, antara lurus dan belok ke arah kiri. Angkot yang saya jadikan petunjuk jalan pun tak kunjung tiba dan akhirnya dengan tekad yang bulat saya memilih jalan yang lurus setelah menempuh jalan beberapa ratus meter jalan tersebut terlihat bukan seperti jalan raya yang mungkin dilalui jalur angkutan umum. Saya pun mencari petunjuk jalan mencari tahu di mana keberadaan saya yang sebenarnya hingga saya menemukan toko material yang beralamatkan Jl. Terusan GBI no. sekian. Saya menyadari kalo ternyata saya salah mengambil keputusan dan memutar balik ke jalan cabang sebelumnya dan menunggu sang petunjuk jalan (angkot ujung berung-ciwastra) lewat. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya sang petunjuk jalan pun lewat, saya pun mengikutinya dari belakang. Walaupun jalan yang saya tempuh adalah jalanan yang lurus, saya tidak berani untuk mendahului angkot tersebut, ya mengingat saya sudah dua kali kesasar di awal perjalanan tadi. Ini secara tidak langsung feeling saya tidak begitu jitu dalam menentukan arah :|
Namun, ternyata feeling saya untuk tidak mendahului angkot BENAR! Haha (bersorak sorai) setelah beberapa ratus meter dari belokan sebelumnya sang angkot pun belok masuk ke sebuah jalan kecil. Jika saya mendahului angkot ini pasti dengan sotoynya saya mengambil jalan yang lurus dan saya akan kesasar untuk ketiga kalinya huahahaha tapi untungnya tidak. Dari sana, saya mulai berani untuk berjalan mendahului angkot karena itu adalah JALAN LURUS – tidak ada belokan sama sekali. Dengan sekuat tenaga saya terus mengayuh sepeda, sawah-sawah masih terhampar luas pemandangan yang menarik. Jalanan itu baru pertama kali saya lewati, jadinya masih terasa sangat asing. Setelah berjalan hampir satu atau dua kilo akhirnya saya tiba di rumah teman saya. Saya beristirahat sejenak di sana, berbincang-bincang. Kemudian tak terasa sudah waktunya Dzuhur, setelah shalat saya memutuskan untuk pulang. Teman saya menyarankan untuk pulang ke arah jalan yang berbeda yaitu melewati Santosa. Menurutnya rute itu jauh lebih dekat ketimbang jalan yang saya tempuh tadi (-__-“)  ya apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Saya pulang dengan menggunakan rute yang teman saya sarankan, memang benar jaraknya jauuuuuuh lebih dekat dari pada jalan yang tadi. Sekali lagi feeling saya memang tidak bisa diandalkan untuk masalah seperti ini, ketika sudah hampir memasuki jalanan yang saya kenal saya kembali mengalami ‘nyasar’. Istilah jalan kanan itu lebih baik dari jalan kiri itu memang benar ya, hahaha saya memilih belok ke kiri dan hasilnya saya nyasar untuk ketiga kalinya.
Dalam sehari ini, saya sudah mengalami tiga kali kesasar. Kalau mengingat ini saya benar-benar ingin sekali rasanya untuk tertawa, Sendiri dan mengalami tiga kali kesasar di daerah ya (mungkin) sebenarnya familiar namun jadinya terasa asing.  Maybe it sounds so silly but it is seriously fun! Haha pembuka awal Juni yang menyenangkan   

Comments

Popular posts from this blog

Representation of White People in Two Maya Angelou's Novels 'I Know Why the Cage Bird Sings' and 'Gather Together in My Name'

Introduction   An autobiography is a book about the life of a person that written by that person (Wikipedia). I Know Why the Cage Bird Sings and Gather Together in My Name are the autobiographies of Maya Angelou. According to Microsoft Encarta (2009), Maya Angelou, is an American author, poet, performer, and civil rights activist, best known for portrayals of strong African American women in her writings. Characteristically using a first-person point of view and the rhythms of folk song, she writes of the African American woman’s coming of age, of struggles with discrimination, of the African and West Indian cultural heritage, and of the acceptance of the past. I Know Why the Cage Bird Sings is the first from six of her autobiographies. The title I Know Why the Caged Bird Sings is one of the stanzas from the Afro-American poet, Paul Laurence Dunbar. Maya used this title because the title symbolizes the black people. The Cage symbolizes the limitation and the Bird symbolizes

Called This as My First Experience

How does it feel when you do a job that you really like? It's fun, right?! Yeah, that's what I feel right now. Recently, I got a new job it has been a couple months. Still, teaching as an English teacher but the students that I was taught were difference. My students this time were Chinese. Yeah, for the first time when I started to teach them I was so nervous because we had a different culture. I had to adapt with them, yeah I  used my first week to make some approaches with them. Digging up what they liked, finding out the materials that they needed etc. Because that was my probation week. Hehe. You know that teaching kids we have to keep their good moods in order they can keep following our lesson. If we destroy their good moods, we will face some obstacles and we have to make their moods come back soon. Well, being a teacher is not easy, we have to make our students understand what we have been already taught and, for the bonus, they can earn the perfect score. This is my

Tertambat Hati di Tanah Suci (Bagian 3)

Hari ketiga di Makkah Al Mukarramah.. Tak terasa sudah menginjak hari ketiga. Hari ini agenda kami adalah mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Makkah, yaitu Jabal Tsur, Jabal Rahmah, Arafah, Muzdalifah, Mina, Jabal Noor (Gua Hira), Kuburan Ma'la, dan terakhir Museum Haramain. Pada saat berziarah jangan lupa untuk membawa kamera karena pasti akan banyak tempat menarik yang bisa diabadikan. Jadi sebelum berangkat siapkan kamera dalam tas ya dan pastikan baterai dalam kondisi penuh terisi. Setelah sarapan pagi, kami pun bersiap untuk pergi berziarah. Kami menggunakan bus yang telah disiapkan oleh pihak travel. Bus yang kami gunakan adalah Farok Jamil Khogeer . Bus di sini, menurut saya, cukup berbeda dengan bus yang ada di Indonesia. Dari segi ukuran, bus di Arab Saudi sepertinya berukuran lebih besar dari pada bus di Indonesia. Ketika saya masuk ke dalam bus, saya kaget karena mendengar sang supir sedang berbicara menggunakan bahasa Sunda. Postur tubuhnya yang menyerupai orang-