Skip to main content

Kenangan Kecil Ku Bersama Taman Ilmu


Saya masih ingat saat pertama kali datang ke tempat yang benar-benar luar biasa itu. Di suatu siang yang cukup cerah ketika itu saya dan beberapa teman akan mengadakan survey ke suatu tempat, yaitu tempat di mana kami saat ini mengajar. Letaknya di suatu desa di daerah Jatinangor. Membutuhkan waktu beberapa menit untuk sampai ke sana, jaraknya mungkin hanya beberapa ratus meter saja dari Jalan Raya Jatinangor. Sepanjang perjalanan menuju ke tempat itu, mata kita bisa dimanjakan oleh pemandangan sawah yang sangat indah -- pemandangan yang saya rasa cukup sulit didapatkan di daerah perkotaan. Rasa keluh dan kesah itu pun hilang seolah-olah terbawa oleh angin yang berhembus. Jujur, saya pribadi merasa takjub ketika pertama kali melihat apa yang ada di sana. Di tengah daerah asrama yang tinggi menjulang, ternyata di dalamnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kita seolah - olah melihat dunia yang berbeda. Penduduk yang ramah, kedatangan kami pun disambut dengan senyuman. Ketika saya dan beberapa teman sampai ke tempat tujuan, saya sempat berpikir "Apakah ini tempat yang dimaksud?". Sebuah rumah sederhana yang dijadikan tempat belajar untuk anak-anak di daerah ini. Terdapat 2 kelas, dan sebuah saung kecil. Pada pagi hari, tempat ini dijadikan sebagai sekolah TK atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan siang harinya baru kami gunakan untuk kami mengajar. Saat itu sekitar pukul 1 siang, belum ada satu pun anak yang datang. Sambil membereskan keadaan kelas, kami menunggu kedatangan mereka. Waktu pun terus bergulir, akhirnya satu per satu dari mereka datang. Mereka datang dengan wajah yang ceria tanpa beban. Saya sangat senang dengan kedatangan mereka. Saya dan beberapa teman saya mengumpulkan mereka ke dalam suatu ruangan kelas. Di sana kami pun mulai berkenalan. Awalnya mereka malu-malu untuk berbicara, mungkin karena kami adalah orang baru bagi mereka. Kami berusaha untuk menyatu dengan mereka dan akhirnya mereka pun bisa menerima kami. Saya jadi teringat masa-masa ketika waktu SD dulu, banyak sekali hal-hal bodoh yang halal untuk dilakukan saat seusia itu. Senangnya menjadi anak-anak, hidup bebas tanpa memikirkan beban apapun. Lalu kami pun bertukar cerita dengan mereka tentang cita-cita, keluarga, dan banyak hal lainnya. Beberapa hari kemudian, kami mulai mengajar di sana. Ternyata untuk membuat seseorang untuk mengerti itu sangat sulit, dibutuhkan kesabaran. Terkadang kita lupa bahwa kemampuan seseorang itu berbeda-beda dan kita tidak seharusnya menyamakan kemampuan mereka dengan kita. Dari sana saya pribadi mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga. Ada banyak hal yang membuat saya bersyukur atas apa yang saya miliki sekarang. Mungkin selama ini saya terlalu sering mengeluh dengan apa yang saya miliki tapi anak-anak itu membuat saya sadar, membuat saya mengerti dan belajar banyak hal. Sebenarnya saat-saat yang paling saya rindukan adalah ketika kedatangan kami disambut dengan sukacita oleh mereka. Mereka begitu antusias melihat kedatangan kami, sampai-sampai mereka berlari-lari untuk menyambut kedatangan kami sambil berteriak "Kakaaaaak....!", seolah-olah kedatangan kami ini benar-benar mereka tunggu... Sungguh Luar Biasa, perasaan yang benar-benar sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.....

Sebuah kenangan kecil yang berharga,

Comments

Popular posts from this blog

Representation of White People in Two Maya Angelou's Novels 'I Know Why the Cage Bird Sings' and 'Gather Together in My Name'

Introduction   An autobiography is a book about the life of a person that written by that person (Wikipedia). I Know Why the Cage Bird Sings and Gather Together in My Name are the autobiographies of Maya Angelou. According to Microsoft Encarta (2009), Maya Angelou, is an American author, poet, performer, and civil rights activist, best known for portrayals of strong African American women in her writings. Characteristically using a first-person point of view and the rhythms of folk song, she writes of the African American woman’s coming of age, of struggles with discrimination, of the African and West Indian cultural heritage, and of the acceptance of the past. I Know Why the Cage Bird Sings is the first from six of her autobiographies. The title I Know Why the Caged Bird Sings is one of the stanzas from the Afro-American poet, Paul Laurence Dunbar. Maya used this title because the title symbolizes the black people. The Cage symbolizes the limitation and the Bird symbolizes

Called This as My First Experience

How does it feel when you do a job that you really like? It's fun, right?! Yeah, that's what I feel right now. Recently, I got a new job it has been a couple months. Still, teaching as an English teacher but the students that I was taught were difference. My students this time were Chinese. Yeah, for the first time when I started to teach them I was so nervous because we had a different culture. I had to adapt with them, yeah I  used my first week to make some approaches with them. Digging up what they liked, finding out the materials that they needed etc. Because that was my probation week. Hehe. You know that teaching kids we have to keep their good moods in order they can keep following our lesson. If we destroy their good moods, we will face some obstacles and we have to make their moods come back soon. Well, being a teacher is not easy, we have to make our students understand what we have been already taught and, for the bonus, they can earn the perfect score. This is my

Tertambat Hati di Tanah Suci (Bagian 3)

Hari ketiga di Makkah Al Mukarramah.. Tak terasa sudah menginjak hari ketiga. Hari ini agenda kami adalah mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Makkah, yaitu Jabal Tsur, Jabal Rahmah, Arafah, Muzdalifah, Mina, Jabal Noor (Gua Hira), Kuburan Ma'la, dan terakhir Museum Haramain. Pada saat berziarah jangan lupa untuk membawa kamera karena pasti akan banyak tempat menarik yang bisa diabadikan. Jadi sebelum berangkat siapkan kamera dalam tas ya dan pastikan baterai dalam kondisi penuh terisi. Setelah sarapan pagi, kami pun bersiap untuk pergi berziarah. Kami menggunakan bus yang telah disiapkan oleh pihak travel. Bus yang kami gunakan adalah Farok Jamil Khogeer . Bus di sini, menurut saya, cukup berbeda dengan bus yang ada di Indonesia. Dari segi ukuran, bus di Arab Saudi sepertinya berukuran lebih besar dari pada bus di Indonesia. Ketika saya masuk ke dalam bus, saya kaget karena mendengar sang supir sedang berbicara menggunakan bahasa Sunda. Postur tubuhnya yang menyerupai orang-